

Sudah dibaca : 1290 kali
Sekitar pertengahan dekade 1980-an yang lalu, pasar Bendungan Hilir di Jakarta Pusat baru saja selesai dipugar. Gedung baru yang megah berisikan kios-kios yang dicat dengan warna-warna cerah itu, baru sekitar 60% diisi oleh pedagang yang sudah mulai berjualan di sana. Sebagian lagi masih kosong, tapi toh pada malam hari lampu-lampunya sudah dinyalakan terang benderang.
Di salah satu sudut, ada sebuah toko yang dikelola oleh pemiliknya langsung, yaitu seorang lelaki peranakan yang biasa disapa orang dengan sebutan si A Koh. Berbeda dengan toko-toko lain, gerai milik si A Koh ini tidak menghentikan kegiatannya pada pukul 21.30, tapi buka terus sampai larut malam. Kadang-kadang sampai jam 24.00 atau jam 01.00 bahkan pernah sampai jam 02.00 dini hari.
Sampai 3 hari ke depan si A Koh tidak kelihatan batang hidungnya, dan tokonya pun tidak kunjung buka. Wah, ini pasti ada yang tidak beres, begitu pikir orang-orang yang kenal dengan pria paruh baya itu.
Sejak kejadian perampokan itu, A Koh tidak pernah lagi berdagang sampai larut malam. Ia selalu tutup toko berbarengan dengan toko-toko lain, dan berjalan pulang besama teman-teman yang kebetulan satu arah dengannya. Kisah A Koh inilah yang sampai saat ini selalu saya ingat, saya amalkan untuk diri sendiri dan pada hari ini ingin saya bagikan pada teman-teman pembaca. Semoga ada manfaatnya. (rh).
Oleh:
Rusman Hakim, PELC Coordinator